Khittah 1924

Bantu Share Artikel ini

Biar pada tau , bagaimana Organisasi Islam dan Pejuang Nahdlatul 'Ulama ini berdiri (Sejarah )

Tersebutlah Maulana Malik Ibrahim (pakar tata negara Turki), Syaikh Jumadil Kubro-Mesir (dimakamkan di komplek Trowulan), Syaikh Maulana Israil, Syaik Ahmad Subakir, Syaikh Samarkand (Asmarokondi), dsb. Dilanjutkan gelombang kedua yang dikenal dengan Wali Songo, diantaranya Sayyid Ja’far Shodiq Al Quds (Sunan Qudus/Ahli Militer) dan Syarif Hidayatullah. Tokoh-tokoh diatas tak dipungkiri lagi dalam komunitas Nahdliyin dikenal sebagai Waliyullah yang sangat dihormati. Dalam mengemban tugas da’wah Wali Songo mengunakan pendekatan-pendekatan yang dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Nusantara.







Penjajahan mengakibatkan keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat menjadi problemtika yang secara estafet berlangsung lama, hingga menggugah kesadaran semangat Jihad untuk bangkit. Kaum pelajar yang muncul dari pesantren juga tak lepas turut andil untuk menjadi bagian dari semangat kebangkitan ini, hingga muncullah Nahdlatul wathan yang dimotori oleh KH Wahab Hasbullah dan Kyai Raden Mas Mansur.


Sebelumnya Kyai Wahab juga telah mendirikan Sarekat Islam cabang mekkah ketika beliau sedang belajar disana, lantas terjadi perang dunia I pada tahun 1914 berpengaruh pada stabilitas organisasi tersebut. lantas KH Wahab pulang mendirikan Nahdlatul tujjar (kebangkitan kaum saudagar ). Pada tahun berikutnya 1918 beliau pindah ke surabaya  mendirikan kelompok Taswirul Afkar/konseptualisasi pemikiran atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri.sebagai langkah konkrit dari taswirul afkar kemudian muncul madrasah Nahdlatul Wathan, madrasah Nahdlatul Wathan mempunyai cabang di beberapa kota hingga bermuncullan madrasah serupa dengan nama hidayatul wathan, far’ul Wathan. Istilah Wathan yang berarti “bangsa” yaitu tanah air bumi ini yang merupakan ciptaan Allah karena Nabi mengibaratkan Umat Islam dunia ibarat satu tubuh maka perlu dibuat institusi Islam yang menaungi semuanya yaitu Khilafah bukan hanya sejengkal tanah air Indonesia saja, merupakan pilihan nama sebagai salah satu bukti jiwa Ukhuwah Islamnya yang timbul pada saat itu.

Respon Tokoh Pendiri NU Atas Keruntuhan Daulah Khilafah Utsmaniyah

Pada Februari 1924, pemerintahan Sekuler Mustafa Kemal (seperti Soekarno yang berfaham sekuler) Republik Turki menghapuskan jabatan Khalifah (khilafah). Hal ini memberikan dorongan kepada pembicaraan tentang teori politik Islam dan upaya-upaya untuk membangun institusi-institusi pan-Islami yang baru (Latar Belakang berdirinya Nu adalah menegakan kembali Khilafah Islamiyah). Para penguasa Daulah Utsmaniyah di Istanbul sudah sejak abad ke-19 menyandang gelar sultan dan khalifah; gelar khalifah menunjukkan klaim mereka sebagai pengganti Nabi dan karena itu merupakan kewenangan tertinggi atas seluruh dunia muslim.

Pada akhirnya kekuasaan berhembus ke Mekkah, walaupun seacara De facto tidak seperti sesungguhya kekuasan Daulah-daulah sebelumnya, namun letak kawasan ini ditunjang dengan keberadaan aktivitas haji yang di langsungkan di tempat tersebut, memberikan dampak yang terasa pada kaum muslim di Negara-negara lain, hingga pada akhirnya Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Salafy di Mekkah (padahal rezim Arab Saudi dulunya memberontak kepada Khilafah Utsmaniyah dengan bantuan Inggris pada Perang Dunia I, maka wajar jika sampai sekarang aliran Salafy menolak Khilafah karena sudah tenteram dengan konsep nasionalisme-nya. Maka sebuah keniscayaan gerakan Islam yang menyuarakan Khilafah seperti Hizbut Tahrir dilarang di Arab Saudi karena sudah tenteram dengan konsep negaranya yang bertentangan dengan cita-cita nabi dan para sahabat yaitu Daulah Khilafah Islamiyah bukan nasionalisme Arab Saudi. Dan hingga detik inipun rezim Saudi begitu mesra menjalin kerjasama dengan Inggris dan Amerika dan memberikan tanah mereka untuk dijadikan pangkalan militer AS dan sekutu untuk membunuh jutaan Muslim Iraq dan Afghanistan. Selain itu, aliran Salafy bukannya membantu jihad ke Afghan malah menghujat mujahidin Afghan dengan sebutan Khawarij dan menghujat Osama bin Laden dengan sebutan yang tak pantas. Maka banyak pemuda Arab Saudi yang masih waras otaknya berhijrah membela muslim Palestina, Afghanistan, dll yang dibantai oleh salibis yang dekat dengan pemerintahan mereka yaitu rezim Saudi), hal ini mendapat tanggapan keras dari kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, kalangan pesantren di Indonesia khususnya menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban yang direncanakan oleh raja Saud.

Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah bersama Syekh Ahmad Ghonaim (mesir) dan Kyai Asnawi (kudus) dengan dukungan penggalangan dana dari H Hasan Gipo dan H Burhan utusan Komite Hejaz akhirnya diberangkatkan.

Selanjutnya untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

NU dan Perjuangan Bangsa.

Perjalanan bangsa Indonesia seiring dengan terjadinya penjajahan memberikan ruang yang jelas terhadap bukti dan komitmen kebangsaan  terhadap para pejuang dan mujahid-mujahid bangsa. NU yang diisi oleh putra-putra bangsa dari kalangan pesantren juga tak kalah telah memberikan sumbangsih yang besar pada perjuangan mempertahankan tanah air, walaupun tak tercatat secara jelas di buku-buku sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, para kyai dan generasi dari kalangan pesantren ini telah mampu membuktikan jiwa jihadnya, kita tengok saja diantaranya ketika  muktamar NU tahun 1935 di Banjarmasin menghasilkan consensus terhadap kewajiban membela tanah air meskipun dibawah kekuasaan pemerintah  hindia belanda, karena para ulama berpendapat meski saat itu Indonesia berada dibawah kekuasaan hindia belanda, namun masyarakat muslim menjadi sebuah komunitas yang harus dilindungi meskipun berada pada entitas Negara tidak berasas islam (Menggunakan hukum kafir hingga sekarang).


Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab.
   
  

Nahdlatul Ulama


Setelah Komite Hijez menjalankan tugasnya, maka muncullah inisiatif terhadap pembentukan  organisasi yang meneruskan konsep dan pikiran-pikiran kalangan pesantren pada saat itu, hingga akhirnya terbentuklah organisasi Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) berdiri pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Dalam rapat para pengagas yang dilaksanakan di kertopaten Surabaya muncullah nama organisasi (Nahdltul Ulama) yang sampai hari ini kita kenal, nama tersebut pertama di usulkan oleh KH Mas Alwi bin Abdul Azis yang istilah tersebut pernah disampaikan oleh Kyai Abdul Hamid pimpinan pesantren Sedayu gresik, menurut Gus Dur istilah tersebut mendapat inspirasi dari Maqolah Syekh Ibn Atho’illah Al isskndari dalam kitab Syarah Hikam :

لاتصحب من لم ينهضك حاله ولا يدلك على الله مقاله
Jangan engkau jadikan teman orang yang tingkah dan perkataannya tidak membangkitkan dan menunjukkan terhadap ALLAH.

Nahdlatul Ulama di pimpin oleh Rais Akbar pertama Yaitu KH Hasyim Asyari serta ketua Tanfidz pada saat itu H Hasan Gipo, organisasi ini juga didukung oleh ulama-ulama pada saat itu diantaranya Kyai Ahyat (kebondalem), Kyai Mas Alwi Bin Abdul Aziz, Kyai Wahab Hasbullah, Kyai Mas Nawawi (pasuruan) Kyai Bisri syamsuri, Kyai Abdullah Faqih maskumambang (Gresik), Kyai Asnawi (kudus), Kyai Dahlan Abdul kohar (mojokerto), Kyai Raden Muntoha (madura), serta sederet nama Kyai yang tidak tersebut.
Bagi yang merasa warga N.U , monggo di bagikan artikel ini :
Artikel Menarik Lainnya

Ada komentar ?

comments powered by Disqus
Copyright © 2012-2013 ASWAJA NU - Dami Tripel Template Level 2 by Ardi Bloggerstranger. All rights reserved.
Valid HTML5 by Ardi Bloggerstranger